Yang Telah Lama Pergi

    Hujan turun sepanjang jalan, saat dimana aku menatap binar kedua bola matamu yang lebih terang dari seluruh lampu di kota ini.

    Kita saksikan burung-burung melintas di udara, kita saksikan awan-awan kecil di langit utara. Saat dimana, aku sama sekali tidak menyadari bahwa itu adalah kali terakhir aku melihat sipit kelopak matamu ketika tersenyum.

    Kupandang isyarat-isyarat dalam cahaya, kupandang alam semesta, ketika engkau seketika memijar di dalam kata, termaktub dalam irama, dan abadi di dalam sajak dan rima.

    Aku sempat tersesat di masa depan ketika memandang bola matamu, aku melihat senja yang turun dari balik gunung, lalu malam yang tak pernah tidak berbintang, lalu kita berbaring di atas genting, memandangi gugus demi gugus yang berserakan di angkasa, di temani putri kecil kita yang tidak pernah berhenti bertanya. Ahh.. rasanya aku ingin tersesat di sini selamanya.

    Hingga akhirnya aku terjaga dan menyadari bahwa kau tidak lebih dari sebuah kenangan...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyala yang Tak Pernah Padam

Tentang Luka, Cinta, dan Segalanya